HMI Beri Catatan Irjen Pol Nana Sudjana, NTB bukan Tolak Ukur Kinerja

Mataram, Talikanews.com – Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Mataram, memberikan catatan khusus kepada Irjen Pol Nana Sudjana yang sebentar lagi akan resmi menjadi Kapolda Metro Jaya, setelah bertugas menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat.

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram, Andi Kurniawan, menyikapi berbagai tanggapan masyarakat yang bemunculan atas keputusan Kapolri yang memilih Nana Sudjana sebagai Kapolda Metro Jaya.

Andi menyatakan bahwa kinerja Nana Sujana di NTB tidak bisa dijadikan tolak ukur utama menentukan kinerjanya di Polda Metro Jaya. Karena, DKI Jakarta dengan NTB adalah dua daerah yang memiliki perbedaan cukup jauh, baik dari segi tipologi masyarakatnya, letak geografisnya, Indeks Pembangunan Manusianya, ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya, terutama soal keamanannya.

“Jakarta dan NTB itu beda jauh, bisa kita cek dilapangan, tipologi masyarakat, kondisi geografis, IPM, Ekonomi kesejahteraan apalagi soal keamanan, sangat berbeda.” ungkapnya Minggu (5/01)

Andi juga mengingatkan pada masyarakat agar tidak berlebihan apalagi asal memuji atau mengkritik kinerja Nana Sujana, sebab argumentasi yang berlebihan dan tidak mendasar bisa berdamapak buruk bagi Indonesia, karena Nana akan bertugas di wilayah Ibu Kota Negara dan beberapa wilayah tambahan lainnya.

“Asal memuji itu bahaya bagi Indonesia, kenapa demikian? Karena Polda Metro Jaya berada di Ibu Kota negara, dan bahkan wilayah hukumnya juga dibeberapa wilayah seperti Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Tanggerang dan Tanggerang Selatan, jadi mari beri masukan yang benar,” kata dia.

Andi tidak menampik bahwa ada persamaan potensi kemajuan NTB untuk sama bahkan lebih dari Jakarta.

“NTB punya potensi yang sama untuk maju seperti DKI Jakarta, namun banyak perbedaan. Perbedaan itulah yang menurut kami harus dicatat oleh Pak Nana, agar tidak menjadikan kinerjanya di NTB sebagai faktor tunggal yang menentukan kesuksesan tugasnya di Jakarta kelak,” cetusnya Alumni Fakultas Hukum Unram ini.

Dia juga memberikan catatan bagi Nana Sujana, yakni,
1. Masyarakat NTB umunya di huni oleh 3 suku yakni Sasak, Samawa dan Mbojo. Ada beberapa suku lain tapi jumlahnya sangat kecil, sehingga tidaklah seheterogen masyarakat Jakarta yang banyak suku terdiri dari Jawa 35,16 persen, Betawi 27,65 persen, Sunda 15,24 persen. Kemudian Batak, 5,53 persen, Minang 3,61 persen, Melyau 3,61 persen, suku lainnya 1,62 persen dan DKI sendiri 7,98 persen. Maka pelayanan terhadap masyarakatpun pasti akan lebih Kompleks dan bahkan tidak terkira tantangannya.

2. Wilayah di NTB terdiri dari dua pulau yakni Pulau Lombok dan Sumbawa dengan luas 20.153,15 km² yang dihuni oleh 5.013.687 penduduk. Sementara Jakarta berada di satu Pulau dengan luas wilayah 7.659,02 km² dan jumlah penduduk 10.374,235 dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Sehingga walaupun dekat, namun tugas Kepolisian pastilah lebih berat sebab wilayah yang kecil dengan kepadatan penduduk yang tinggi bisa dibayangkan betapa lebih rumitnya.

3. DKI Jakarta merupakan daerah dengan IPM tertinggi dari seluruh propinsi se Indonesia, sementara NTB berada di urutan 29 dari 34 Propinsi di Indonesia (data 2018). IPM yang tinggi memang menjadi salah satu indikator kemajuan bagi suatu daerah, namun dengan IPM yang tinggi tersebut ternyata berbarengan dengan kejahatan yang super canggih justru marak terjadi di Jakarta. Dalam hal ini pastilah tugas Pak Nana dan anggotanya makin berat karena bukan hanya akan bertemu dengan kejatahan yang konvensional oleh orang yang terbelakang pula, namun akan hadapi kejahatan di era revolusi industri yang bisa saja itu adalah super canggih bahkan merupakan kejahatan transnasional oleh kalangan terpelajar.

4. NTB memiliki perkembangan ekonomi dan keseteraan rakyat yang jauh dibawah Jakarta. Kegemilangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Jakarta bisa saja jadi satu persoalan juga, dimana potensi orang lebih mendahulukan penyelesaian persoalan dengan uang dari pada hukum bisa saja terjadi. Tentu problem itu tidak bisa diklaim sebagai fakta, namun lebih kepada antisipasi pihak penegak hukum agar tidak menjadi realitas yang terlambat ditangani. (TN-red)

Related Articles

Back to top button