Ada Dana Pengganti Obat-obatan bagi Korban Gempa NTB

Mataram, Talikanews.com – Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) telah gelontorkan Dana Siap Pakai (DSP), pengganti obat-obatan bagi korban gempa di Nusa Tenggara Barat sebesar Rp Rp 6.297.099.077,-, diluar dana rehabilitasi dan rekonstruksi. Dana tersebut dibagi ke setiap rumah sakit yang telah melayani dan mengobati korban gempa konon untuk pengganti biaya kesehatan yang telah dikeluarkan oleh pihak rumah sakit.

Sejak gempa tahun lalu, pemerintah telah berjanji akan memberikan santun bagi korban gempa yang meninggal sebesar Rp 15 juta. Kemudian bagi korban yang luka-luka mendapatkan santunan Rp 2,5 juta per orang.

Realisasi hingga saat ini, korban luka-luka tidak pernah menerima santunan. Berbeda halnya dengan korban meninggal dunia, ahli waris telah mendapatkan santunan sesuai janji pemerintah. Namun ternyata, rumah sakit yang mendapatkan uang dengan istilah dana penggantian biaya kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengaku dana tersebut sudah direalisasikan.

“Dananya sudah cair, langsung masuk ke rekening pemberi pelayanan setelah diterima BPBD,” ungkap Kamis (24/10).

Eka mengatakan, sumber dana tersebut diambil dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Proses mendapatkannya cukup lama dan panjang.

Setiap rumah sakit yang telah memberikan pelayanan kepada korban gempa, menyampaikan data biaya yang dikeluarkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian pihak Provinsi meneruskan ke Kementerian Kesehatan.

Data tersebut selanjutnya divalidasi oleh BNPB bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Untuk bisa dana masuk ke NTB, harus ada rekening dana tidak terduga. Itu kan hanya ada di BPBD. Jadi BNPB alirkan uang melalui BPBD, terus dari BPBD ke semua rumah sakit. Jadi BPBD hanya tempat singgah saja uang itu,” katanya.

Menurut Eka, BPKP telah melakukan pemeriksaan setiap data yang diusulkan. Semua rumah sakit telah dikunjungi.

“Yang kurang buktinya tidak di-ACC-kan. Makanya hanya Rp 6,2 miliar lebih yang bisa dibayar. Usulan kita lumayan besar, tapi saya lupa nilainya,” ujar mantan kepala Dinkes Loteng itu.

Dana sebesar Rp 6,2 miliar tersebut, jatah paling banyak didapatkan oleh Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB sebesar Rp 3.272.094.400. Total yang dapat jatah sebanyak 16 rumah sakit.

Data yang didapatkan media ini, rumah sakit yang mendapatkan jatah yaitu RSUD Patut Patuh Patju sebesar Rp 433,7 miliar. Kemudian rumah sakit Wirabhakti Rp 339,3 juta, RS Universitas Mataram Rp 189,4 juta, RS Siti Hajar Rp 56,6 juta, RS Bayangkara Rp 176,9 juta.

Berikutnya RSUD Awet Muda Narmada Rp 65 juta, RSUD KLU Rp 913,2 juta, RSUD Kota Mataram Rp 160,4 juta, RSUD Asy-Syifa’ Sumbawa Barat Rp 18,5 juta, RSUD Soedjono Selong Lombok Timur Rp Rp 164,5 juta, RSUD Lombok Tengah Rp 28,3 juta, RS Harapan Keluarga Rp 4,3 juta.

Menariknya, ada pula dana untuk Dinas Kesehatan Provinsi NTB sebesar Rp 284,7 juta. Kemudian untuk Dinas Kesehatan Lombok Barat sebesar Rp 135,3 juta. Dalam daftar tersebut, kembali Dinas Kesehatan Lombok Barat mendapatkan jatah Rp 47,1 juta.

Disampaikan Eka, awalnya jumlah biaya penggantian yang diusulkan mencapai Rp 40 miliar, termasuk dengan beberapa fasilitas kesehatan. Namun hanya Rp 6,2 miliar yang dikabulkan.

“Rumah sakit pemerintah maupun swasta, dapat semua kok yang penting sudah melayani,” katanya.

Hal itulah yang membuat rumah sakit Unram juga dapat dana. Mengingat, tahun lalu juga pernah melayani korban gempa.

“Dulu kan pasien masuk di tempat terdekat, yang penting terlayani,” katanya.

Pemprov NTB, lanjut Eka, sebenarnya juga telah menganggarkan dana untuk biaya berobat korban gempa. Terutama bagi mereka yang melakukan beberapa kali operasi.

Eka juga menyebut Rumah Sakit Antonius telah menerima bantuan tersebut. Padahal, pada daftar nama rumah sakit penerima, tidak ada.

“Itu untuk kasus-kasus khusus yang kita anggarkan. Misal seperti pasien yang operasi dua sampai tiga kali, kita anggarkan karena BPJS tidak mau tanggung. Kalau dana dari pusat itu, kan untuk rumah sakit yang melayani. Terbanyak didapatkan oleh RSUP dan RSUD kota,” kata Nurhandini Eka Dewi. (TN-04)

Related Articles

Back to top button